Dari Reruntuhan Singasari ke Hutan Tarik
1.1. Konteks Politik Akhir Abad ke-13: Senjakala Singasari
Kelahiran Majapahit tidak dapat dipisahkan dari peristiwa dramatis yang mengakhiri riwayat Kerajaan Singasari. Pada tahun 1292, Singasari, di bawah pemerintahan Raja Kertanegara, sedang berada di puncak ambisi politiknya untuk menyatukan Nusantara melalui ekspedisi Pamalayu. Namun, fokus pada ekspansi eksternal ini membuat pertahanan di ibu kota menjadi lengah. Momen ini dimanfaatkan oleh Jayakatwang, Adipati Kediri dan keturunan raja-raja Kediri yang pernah ditaklukkan oleh Singasari, untuk melancarkan pemberontakan. Dengan taktik cerdik, Jayakatwang mengirim pasukan kecil untuk menyerang dari utara sebagai pengalih perhatian, sementara pasukan utamanya menyerbu dari selatan. Taktik ini berhasil; ibu kota jatuh, dan Raja Kertanegara tewas dalam pertempuran. Keruntuhan Singasari yang mendadak ini menciptakan kekosongan kekuasaan dan krisis politik yang menjadi panggung bagi munculnya seorang tokoh sentral: Raden Wijaya.
Raden Wijaya adalah menantu Kertanegara, yang membuatnya menjadi salah satu pewaris takhta yang sah. Silsilahnya memberinya legitimasi yang kuat; dari pihak ibu, Dyah Lembu Tal, ia adalah cicit dari Ken Arok, pendiri Wangsa Rajasa yang menguasai Singasari. Sementara itu, beberapa sumber menyebutkan ayahnya, Rakyan Jayadarma, adalah seorang pangeran dari Kerajaan Sunda Galuh, memberinya koneksi ke kekuatan politik lain di Jawa. Di tengah kekacauan akibat invasi Jayakatwang, Raden Wijaya, yang saat itu menjabat sebagai panglima perang, berhasil melarikan diri dari ibu kota yang telah hancur bersama sisa-sisa pasukannya yang setia. Pelariannya menandai titik nol dari sebuah perjuangan panjang yang akan berujung pada berdirinya sebuah imperium baru.
1.2. Manuver Cerdik Raden Wijaya: Aliansi dan Strategi
Dalam posisi terdesak dan tanpa kekuatan militer yang signifikan, Raden Wijaya mengandalkan kecerdasan politik dan diplomasi untuk bertahan hidup dan menyusun rencana balas dendam. Ia melarikan diri ke arah timur, menuju Madura, untuk mencari perlindungan dari Arya Wiraraja, penguasa Songeneb (Sumenep) yang berpengaruh. Arya Wiraraja, yang diduga memiliki ketidakpuasan terhadap Kertanegara, melihat peluang dalam situasi ini. Ia setuju untuk membantu Raden Wijaya dengan satu syarat: jika Wijaya berhasil merebut kembali takhta Jawa, kekuasaannya akan dibagi dua, dengan Arya Wiraraja mendapatkan wilayah timur. Aliansi strategis ini menjadi langkah pertama yang krusial dalam konsolidasi kekuatan Wijaya.
Atas saran Arya Wiraraja, Raden Wijaya menjalankan sebuah siasat yang sangat berisiko: ia berpura-pura menyerah dan menyatakan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Dengan lobi dari Arya Wiraraja, Jayakatwang yang merasa sudah di atas angin menerima pengabdian Wijaya tanpa curiga. Sebagai bukti kepercayaannya, Jayakatwang mengabulkan permintaan Wijaya untuk membuka sebuah daerah perburuan di Hutan Tarik, sebuah lokasi terpencil di dekat Sungai Brantas. Keputusan ini terbukti menjadi kesalahan fatal bagi Jayakatwang. Hutan Tarik, yang terpencil namun strategis karena akses sungainya, dengan cepat diubah oleh Wijaya dan para pengikutnya menjadi sebuah desa yang berkembang. Desa inilah yang kelak menjadi cikal bakal ibu kota Majapahit.
Rekomendasi situs tempat bermain slot terpercaya.
1.3. Memanfaatkan Invasi Mongol: Pertaruhan Geopolitik Tingkat Tinggi
Di tengah upaya Raden Wijaya membangun basis kekuatannya, sebuah faktor eksternal yang tak terduga muncul dan mengubah peta permainan secara drastis. Pada awal tahun 1293, sebuah armada besar berkekuatan 20.000 hingga 30.000 prajurit dari Dinasti Yuan (Mongol) di bawah pimpinan Ike Mese, Shi-bi, dan Gaoxing tiba di pesisir Jawa. Mereka diutus oleh Kaisar Kubilai Khan dengan misi untuk menghukum Raja Kertanegara yang sebelumnya telah menghina utusan Mongol dengan memotong telinganya. Pasukan Mongol tidak menyadari bahwa target mereka, Kertanegara, telah tewas dan kekuasaan telah beralih ke tangan Jayakatwang.
Raden Wijaya, dengan kecerdasan geopolitik yang luar biasa, tidak melihat kedatangan pasukan terkuat di dunia saat itu sebagai ancaman, melainkan sebagai sebuah peluang emas. Ia segera menjalin kontak dengan para komandan Mongol dan menawarkan aliansi. Wijaya berjanji bahwa jika pasukan Mongol membantunya menggulingkan Jayakatwang, sang perebut takhta, ia akan tunduk dan mempersembahkan upeti kepada Kubilai Khan sebagai penguasa tertinggi. Pasukan Mongol, yang ingin menyelesaikan misi mereka, menyetujui tawaran tersebut. Gabungan kekuatan Raden Wijaya dan pasukan Mongol menjadi kekuatan yang tak terbendung. Mereka bersama-sama menyerang Kediri, dan Jayakatwang pun berhasil dikalahkan dan ditawan.
Setelah tujuan utamanya tercapai, Raden Wijaya menunjukkan kelihaiannya yang sesungguhnya. Ketika pasukan Mongol sedang merayakan kemenangan dan lengah, Wijaya dengan dalih kembali ke desanya untuk mempersiapkan upeti, justru mengorganisir pasukannya untuk melancarkan serangan mendadak terhadap sekutu Mongol-nya. Pasukan Mongol, yang kelelahan setelah pertempuran, tidak siap menghadapi serangan gerilya di medan tropis yang asing dan iklim yang ganas. Terpukul mundur dan menderita kerugian besar, mereka akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Jawa. Melalui serangkaian manuver ini, Raden Wijaya berhasil mencapai hal yang mustahil: dalam satu gerakan, ia menyingkirkan musuh internalnya (Jayakatwang) dengan menggunakan kekuatan eksternal, lalu mengusir kekuatan eksternal itu untuk mengukuhkan kedaulatannya sendiri.
1.4. Asal-Usul Nama dan Penobatan
Desa yang didirikan di Hutan Tarik menjadi pusat dari kerajaan baru yang lahir dari krisis ini. Menurut legenda, nama “Majapahit” berasal dari sebuah pengalaman sederhana para pekerja yang membabat hutan tersebut. Mereka menemukan banyak pohon Maja (Aegle marmelos), dan ketika buahnya dimakan, rasanya sangat pahit (dalam bahasa Jawa: pahit). Dari situlah nama Majapahit melekat pada desa tersebut, sebuah nama yang secara simbolis merefleksikan perjuangan pahit yang dilalui untuk mendirikannya.
Dengan perginya ancaman terakhir, Raden Wijaya memproklamasikan berdirinya Kerajaan Majapahit. Pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 10 November 1293 M, ia dinobatkan sebagai raja pertama. Ia menyandang gelar kebesaran
Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana. Gelar ini bukanlah sekadar nama, melainkan sebuah pernyataan politik dan filosofis. Unsur
Kerta mengandung arti bahwa ia telah memulihkan ketertiban dan menciptakan kesejahteraan di tanah Jawa dari kekacauan, laksana matahari yang menerangi bumi. Sementara unsur Rajasa bermakna bahwa ia telah berjaya mengubah suasana gelap menjadi terang benderang melalui kemenangannya. Dengan demikian, fondasi Majapahit diletakkan di atas sebuah paradoks: ia lahir dari kehancuran, dibangun melalui tipu muslihat, dan dikukuhkan dengan mengusir kekuatan yang membantunya berkuasa. Mentalitas strategis yang mampu mengubah krisis menjadi peluang ini menjadi DNA politik yang akan terus mewarnai sejarah panjang sang imperium.
Rekomendasi situs tempat bermain slot terpercaya.