Nadi Kehidupan Majapahit

Struktur Masyarakat, Ekonomi, dan Budaya

 

Tata Kelola Imperium: Birokrasi dan Hukum

 

Kemegahan Majapahit tidak hanya ditopang oleh kekuatan militer, tetapi juga oleh sistem pemerintahan dan birokrasi yang sangat teratur dan kompleks, terutama pada masa pemerintahan Hayam Wuruk. Raja memegang otoritas politik tertinggi dan dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia, sebuah konsep yang memberikan legitimasi sakral pada kekuasaannya. Dalam menjalankan pemerintahan, raja dibantu oleh serangkaian dewan dan pejabat tinggi.

Struktur inti birokrasi Majapahit terdiri dari beberapa lembaga utama:

  • Bhattara Saptaprabhu: Sebuah dewan pertimbangan kerajaan yang beranggotakan tujuh orang, biasanya terdiri dari kerabat dekat raja (para pangeran dan penguasa daerah bawahan). Dewan ini berfungsi memberikan nasihat kepada raja dalam pengambilan keputusan-keputusan penting.
  • Rakryan Mahamantri Katrini: Terdiri dari tiga menteri utama (i Hino, i Halu, dan i Sirikan), posisi ini biasanya dijabat oleh putra-putra raja. Mereka bertindak sebagai administrator tertinggi yang mengawasi jalannya pemerintahan sehari-hari.
  • Rakryan Mantri ri Pakira-kiran: Merupakan dewan menteri pelaksana yang sesungguhnya. Dewan ini dipimpin oleh seorang Rakryan Mapatih (atau Patih Amangkubhumi), yang berfungsi sebagai perdana menteri. Di bawah patih, terdapat dewan yang lebih kecil yang disebut Sang Panca ri Wilwatikta (Lima Penguasa di Majapahit), yang terdiri dari lima pejabat terpenting: patih, demung, kanuruhan, rangga, dan tumenggung. Mereka adalah ujung tombak pelaksana kebijakan raja.

Selain birokrasi sipil, Majapahit juga memiliki sistem hukum yang maju dan terkodifikasi. Salah satu perangkat hukum yang paling terkenal adalah Kutaramanawa Dharmasastra, sebuah kitab undang-undang yang diadaptasi dari hukum India kuno. Kitab ini mengatur berbagai aspek kehidupan masyarakat, mulai dari hukum pidana (seperti pencurian, pembunuhan, dan penganiayaan), hukum perdata (jual-beli, utang-piutang, gadai), hingga hukum keluarga (perkawinan dan warisan). Keberadaan sistem hukum yang terstruktur ini menunjukkan tingkat keteraturan sosial dan stabilitas politik yang tinggi di dalam kerajaan.

Rekomendasi situs tempat bermain slot terpercaya.

 

Sang Adidaya Maritim: Menguasai Jalur Rempah

 

Meskipun pusat pemerintahannya berada di pedalaman, di Trowulan, Mojokerto, Majapahit secara paradoksal berhasil menjadi salah satu kerajaan maritim terbesar dalam sejarah Nusantara. Kunci dari keberhasilan ini adalah pemanfaatan strategis Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Kedua sungai besar ini berfungsi sebagai arteri transportasi vital yang menghubungkan ibu kota agraris di pedalaman dengan jaringan pelabuhan kosmopolitan di pesisir utara Jawa, seperti Tuban, Gresik, Surabaya, dan pelabuhan sungai penting seperti Canggu dan Bubat.

Untuk mengamankan dan menguasai jalur laut, Majapahit membangun armada angkatan laut yang sangat kuat dan disegani. Armada ini menggunakan berbagai jenis kapal, dengan kapal “Jong” sebagai andalannya. Jong adalah kapal layar raksasa yang terbuat dari kayu jati, dibangun dengan teknik pasak kayu tanpa paku, dan mampu mengangkut hingga 600-700 orang serta muatan logistik dalam jumlah besar. Dengan armada yang kuat dan terorganisir di bawah pimpinan laksamana seperti Mpu Nala, Majapahit mampu memberantas perompakan, mengamankan jalur perdagangan, dan memproyeksikan kekuatannya ke seluruh kepulauan. Kehebatan angkatan lautnya begitu melegenda sehingga semboyannya,

Jalesveva Jayamahe (“Di Lautan Kita Jaya”), diadopsi sebagai semboyan resmi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) di era modern.

Dengan kontrol atas lautan, Majapahit menjadi pemain utama dalam perdagangan internasional, khususnya di jalur rempah-rempah yang sangat lukratif. Pelabuhan-pelabuhan Majapahit menjadi pusat transit dan penimbunan komoditas berharga dari Maluku, seperti cengkeh dan pala, serta lada dari Sumatra dan kayu cendana dari Nusa Tenggara. Para pedagang dari berbagai penjuru dunia, termasuk Tiongkok, India, Champa, Kamboja, dan Siam, berdatangan ke pelabuhan-pelabuhan ini untuk berdagang. Mereka membawa barang-barang seperti keramik, sutra, dan kain katun untuk ditukarkan dengan rempah-rempah Nusantara. Kemampuan Majapahit untuk mengintegrasikan potensi agraris di pedalaman dengan kekuatan maritim di pesisir adalah fondasi dari kemakmuran ekonominya.

 

Kehidupan Sosial dan Keagamaan: Potret Masyarakat Plural

 

Masyarakat Majapahit memiliki struktur sosial yang kompleks, yang secara umum terbagi ke dalam empat golongan atau wangsa (kasta), meskipun penerapannya tidak sekaku di India. Golongan tersebut adalah Brahmana (pendeta dan kaum agamawan), Ksatria (raja, bangsawan, dan prajurit), Waisya (pedagang dan pengrajin), dan Sudra (petani dan rakyat jelata). Namun, yang paling menonjol dari kehidupan sosial Majapahit adalah tingkat toleransi beragama yang luar biasa tinggi, yang menjadi ciri khas peradabannya.

Agama resmi yang diakui negara adalah Hindu aliran Siwa dan Buddha aliran Mahayana. Kedua agama ini tidak hanya hidup berdampingan secara damai, tetapi juga mengalami proses sinkretisme yang mendalam, melahirkan aliran kepercayaan Siwa-Buddha. Konsep ini menganggap Siwa dan Buddha pada hakikatnya adalah satu, seperti yang tertuang dalam

Kakawin Sutasoma. Untuk mengelola kehidupan beragama, kerajaan memiliki pejabat tinggi khusus untuk masing-masing agama: Dharmadhyaksa ring Kasaiwan untuk urusan agama Hindu-Siwa dan Dharmadhyaksa ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha.

Selain dua agama utama tersebut, bukti arkeologis menunjukkan keberadaan komunitas lain yang hidup di jantung imperium. Penemuan kompleks pemakaman Islam kuno di Troloyo, dengan nisan-nisan yang berangka tahun dari era Majapahit, membuktikan bahwa komunitas Muslim telah ada, hidup, dan bahkan meninggal di ibu kota. Hal ini mengindikasikan bahwa Islam telah berkembang dan dipeluk oleh sebagian penduduk, dan mereka dapat menjalankan keyakinannya secara terbuka. Di samping itu, kepercayaan asli Nusantara, seperti animisme dan dinamisme (pemujaan terhadap roh nenek moyang dan kekuatan alam), tetap hidup dan dianut secara luas oleh masyarakat, terutama di kalangan rakyat jelata, berdampingan dengan agama-agama besar dari India. Kemampuan Majapahit untuk mengakomodasi keragaman keyakinan ini dalam satu tatanan sosial yang harmonis adalah salah satu pencapaian peradabannya yang paling mengagumkan.

 

Pusaka Abadi: Sastra, Seni, dan Arsitektur

 

Zaman keemasan Majapahit adalah periode ledakan kreativitas di bidang seni dan sastra, yang meninggalkan warisan budaya tak ternilai. Para pujangga istana menghasilkan karya-karya sastra agung dalam bahasa Jawa Kuno yang tidak hanya bernilai seni tinggi, tetapi juga menjadi sumber sejarah yang sangat penting.

  • Kitab Negarakertagama: Digubah oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365, kakawin ini adalah mahakarya sastra yang paling terkenal. Isinya merupakan deskripsi puitis tentang keagungan pemerintahan Raja Hayam Wuruk, daftar wilayah kekuasaan Majapahit, detail upacara-upacara istana, serta kondisi sosial, politik, dan keagamaan kerajaan.
  • Kitab Sutasoma: Ditulis oleh Mpu Tantular pada masa yang sama, kitab ini mengandung ajaran filosofis yang mendalam tentang toleransi beragama, khususnya antara Hindu dan Buddha. Dari kitab inilah frasa ikonik “Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa” (Berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada kebenaran yang mendua) berasal, yang kelak menjadi semboyan nasional Indonesia.
  • Karya Sastra Lainnya: Terdapat pula karya-karya penting lain seperti Kitab Pararaton yang lebih bersifat mitologis namun mencatat silsilah raja-raja, Kitab Arjunawijaya karya Mpu Tantular, serta berbagai kitab kidung yang menceritakan peristiwa sejarah seperti Kidung Sundayana (tentang Perang Bubat) dan Kidung Ranggalawe.

Di bidang arsitektur, para undagi (arsitek) Majapahit mengembangkan gaya bangunan yang khas, terutama dalam pembangunan candi. Candi-candi bergaya Jawa Timur ini memiliki bentuk yang lebih ramping dan tinggi, dengan atap bertingkat yang dihiasi relief-relief naratif yang diambil dari epos Ramayana dan Mahabharata. Beberapa peninggalan arsitektur yang monumental antara lain Candi Penataran di Blitar yang diduga sebagai candi negara, Candi Tikus yang merupakan sebuah petirtaan (pemandian suci), Candi Jabung, serta Candi Sukuh dan Ceto di lereng Gunung Lawu yang memiliki bentuk unik menyerupai piramida. Selain candi, Majapahit juga meninggalkan gerbang-gerbang megah seperti Gapura Wringin Lawang (gerbang tipe candi bentar) dan Gapura Bajang Ratu (gerbang tipe paduraksa). Seni terakota (tanah liat bakar) juga mencapai puncaknya, menghasilkan berbagai artefak mulai dari arca, patung, celengan berbentuk babi, hingga hiasan atap dan dinding yang sangat detail. Semua pencapaian ini menunjukkan bahwa Majapahit bukan hanya sebuah kekuatan politik dan militer, tetapi juga sebuah pusat peradaban yang kaya dan dinamis.

Rekomendasi situs tempat bermain slot terpercaya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top